Buya Hamka |
Tahukah Anda, siapakah Prof. DR. Hamka atau lebih sering disebut dengan Buya Hamka itu? Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar.
Ia terjun dalam politik melalui Masyumisampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyahsampai akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Namun, ada kisah menarik dibalik kebesaran Buya Hamka itu. Simak cerita di bawah ini untuk lebih jelasnya.
Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang pembesar Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid'ah tidak ada petunjuk dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Lantas para muridnya bertanya: "Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?" Dijawab oleh Buya Hamka: "Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas."
Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid'ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: "Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?" Dijawab oleh Buya Hamka: "Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab."
Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al- Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: "Idzaa zaada nadzrurrajuli waktasa'a fikruhuu qalla inkaaruhuu 'alannaasi." (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).
Kesimpulannya adalah:
"Orang yang suka menyalahkan orang lain berarti pemahaman ilmunya masih dangkal."
Semoga bisa diambil hikmahnya. Aamiin. Lahul faatihah.
0 Comments