Mbah Sahal, Sosok Kiai yang Hobi Baca Buku
Karyabuatanku - Adik sepupu almarhum KH MA Sahal Mahfudh, Pengasuh Ponpes Putri Raudlah al Thahiriyah Kajen, Pati, Jawa Tengah, KH Ahmad Muadz Thohir, punya cerita tentang keistimewaan sang kakak. Menurutnya, Rais Am PBNU dan Ketua MUI yang wafat pada Januari 2014 lalu, itu seorang yang sangat hobi membaca. Kegiatan Mbah Sahal kalau tidak mengajar atau menemui tamu, ya membaca. Tak hanya membaca kitab klasik yang memang dikoleksinya, tetapi juga buku-buku terbaru terutama yang terkait pendidikan atau keagamaan.
Kiai Muadz pernah merasa "sakit hati" karena merasa sudah membaca buku terbaru, ternyata kalah duluan dengan kakaknya tersebut.
Suatu hari ia punya acara di Jakarta. Saat hendak pulang, ia melihat buku baru di etalase Bandara Soekarno-Hatta. Dibelilah buku di kios Bandara tersebut. Tidak terlalu tebal, maka dia baca dengan target khatam dalam perjalanan.
"Di Bandara itu selalu ada buku baru yang dijual di kios. Saya beli buku tentang Pendidikan anak. Langsung saya baca di ruang tunggu. Saya lanjutkan kala duduk di dalam pesawat ke Semarang. Sampai mendarat di Semarang, buku itu rampung saya baca," ujar ketua PCNU Pati ini dalam rapat Majma' Buhuts an-Nahdliyah di Solo, Selasa (17/11) malam.
Dari buku itu dia merasa ada hal baru, dan ingin didiskusikannya dengan sang kakak. Selang sehari dari kepulangannya dari Jakarta, Kiai Muadz pun bertandang ke rumah Mbah Sahal. Ia tak bercerita kalau sudah beli dan baca buku tersebut, hanya bertanya dan meminta penjelasan saudara tuanya.
"Kak, menurut jenengan pendidikan anak itu dimulai sejak kapan?" tanya dia.
Mbah Sahal tidak langsung menjawab melainkan menimpali tanya.
"Yang kamu inginkan konsep menurut ulama atau menurut ilmuwan modern?"
"Nggih kalih-kalih ipun (Ya dua-duanya)," sahut Kiai Muadz.
"Kalau menurut ulama, ada yang bilang pendidikan anak dimulai sejak sebelum nikah."
"Nggih to?"
"Ya iya. Kalau nikahnya menurut Islam, itu modal pendidikan yang baik untuk anak. Kalau tidak sesuai ajaran Islam, ya jadi investasi yang buruk," tutur Mbah Sahal.
Mbah Sahal melanjutkan; "Menurut ulama lain, pendidikan anak dimulai sejak sebelum jimak (berhubungan intim). Yakni jika jimaknya baik menurut tuntunan Kanjeng Nabi, ya Insyaallah hasilnya baik. Lantas ulama lain bilang dimulai dari sejak janin di kandungan ibu."
Kiai Muadz manggut-manggut tanda paham. Ia lalu menunjukkan gelagat ingin bertanya tentang pendidikan anak menurut ilmuwan moden. Mbah Sahal tahu gelagat itu, bukan meneruskan memberi penjelasan, melainkan masuk ke ruang tengah rumahnya, tempat perpustakaan pribadinya berada. Lalu sang kakak kembali ke ruang tamu sambil membawa sebuah buku.
"Kalau kamu ingin tahu bagaimana pendidikan anak menurut ilmuwan modern, ya baca buku ini," ucap Mbah Sahal sambil menaruh buku di meja agar dilihat sang adik.
Deg! Kiai Muadz terperanjat. Ternyata buku yang diberikan sang kakak itu persis buku yang kemarin ia baca selama perjalanan naik pesawat dari Jakarta. Rupanya sang kakak telah lebih dulu membacanya. “Padahal buku itu baru terbit 10 hari lalu. Bahkan sepertinya beliau sudah tahu kalau saya habis baca buku itu," tuturnya takjub.
Ketika ia buka, Kiai Muadz melihat bukti khas buku yang dibaca sang kakak. Mbah Sahal, menurutnya, selalu memberi catatan kecil dengan aksara Arab, di setiap buku atau kitab yang dibaca. Coretan yang ditulis di pinggir halaman buku/kitab tersebut merupakan tafsiran atau komentar Mbah Sahal.
Kiai Muadz pun pamit pulang sambil membaca buku permberian kakaknya tersebut. "Biarlah punya dua buku, yang ini istimewa karena ada coretan tulisan tangan Mbah Sahal," pungkasnya.
Ilâ hadlrati rûhi KH MA Sahal Mahfudh, al-Fâtihah. (Moch. Ichwan)
Sumber:
0 Comments